KULINER. Tape Uli: Manisnya Warisan, Hangatnya Kasih Sayang

Image
     Tape uli adalah salah satu k ue tradisional Betawi yang memiliki kekayaan rasa sekaligus makna. P erpaduan antara uli ketan yang gurih dan tape singkong yang manis-asam. Sekilas sederhana, tetapi di dalamnya tersimpan nilai kasih sayang, kebersamaan, dan warisan budaya yang tak ternilai. Sejak dahulu, tape uli sering disajikan dalam acara keluarga, menjadi simbol kehangatan dan kerukunan. Setiap proses pembuatannya mengajarkan kesabaran, ketelitian, sekaligus cinta yang diwariskan dari generasi ke generasi. Di tengah gempuran makanan modern, menjaga tape uli berarti menjaga jati diri. Melestarikan kue tradisional ini bukan sekadar mempertahankan rasa, melainkan merawat kenangan, menghargai leluhur, serta menanamkan kebanggaan budaya pada anak cucu. Mari kita jaga warisan ini. Karena melalui sepiring tape uli, kita belajar bahwa cinta pada budaya dimulai dari hal-hal sederhana, dari meja makan keluarga, hingga ke hati yang penuh kasih.   Order Tape Uli: 08527...

Mengingat Kematian


Rumah Masa Depan 
 


     

Setiap tahun menjelang puasa Ramadhan, setiap komplek pemakaman dipenuhi manusia hidup yang datang untuk mengunjungi sanak family yang telah mendahului meninggalkan dunia ini (mati). Sejatinya ziarah kubur adalah untuk mengingatkan pada kematian. Banyak nasehat bijak tentang kematian yang mengatakan “Jalanilah hari mu seakan kamu akan mati besok” klise, fakta nya tidak ada yang benar-benar melakukannya. Termasuk saya. Hari itu, saya mengunjungi komplek pemakaman dimana keluarga saya dimakamkan karena tradisi tahunan. Seperti yang orang-orang lakukan. Namun demikian, selalu terlintas dalam pikiran, bahwa tanah ini adalah rumah masa depan saya, setelah saya selesai menjalani kehidupan.

Di tanah itu, ada ayah saya, Abdullah. Beliau meninggal dunia pada Desember 1993 di usia saya yang masih remaja. Adik saya, Robby Andriansyah meninggal dunia pada Maret 2009 di usianya yang masih belia. Keduanya, dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Tanah Merdeka Gang Asgo Rambutan Jakarta Timur. Sedangkan kakek saya H. Ramelih wafat pada Januari 2010 dan nenek saya Hj. Yatimah wafat pada 2019, keduanya dimakamkan dalam satu makam  yang sama di TPU Pondok Ranggon Jakarta Timur. Saya ingin dimakamkan satu komplek dengan nenek dan kakek saya. Selain tempatnya luas, juga multikultural, berbagai agama, suku dan etnis dimakamkan disana. Kematian adalah ramalan yang tidak pernah meleset. Semua orang pasti akan merasakan mati. Mati itu pasti namun menjadi dewasa dan bijak belum tentu pasti. Semoga sebelum kematian menghampiri, saya telah melawati tahap bertumbuh menjadi dewasa, menggunakan akal sehat dengan sebaik-baiknya,  menjalani hidup dengan bijak dan bermanfaat.  Selamat menjalankan Ibadah Ramadhan. 


Tomohon Kota Bunga dan 1000 Salib,

1 Ramadhan 1444 H/23 Maret 2023

 


Comments

Popular posts from this blog

Berdialog Dengan Sang Pencipta

Tuanku Imam Bonjol dan Sulawesi Utara

Tari Katrili Perpaduan Budaya Minahasa Eropa